Belum menikah, itulah salah satu syarat yang diberikan Desa Sukarara kepada para penenunnya songketnya. Desa yang terkenal sebagai sentra kerajinan tenun songket ini, memang memberikan syarat tertentu untuk pengrajinan songket, agar kain yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik.
Berada di Kecamatan Jonggot, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Desa Sukarara memang menjadi salah satu desa wisata tujuan para wisatawan. Di desa ini, turis bisa menyaksikan tangan-tangan terampil para pengrajin dalam menenun songket, dengan cara tradisional tentunya.
Seolah mengetahui banyak wisatawan yang tertarik dengan desa ini, para perempuan Desa Sukaraja selalu menyambut setiap pelancong yang datang di pintu masuk desa. Hampir semua mengenakan pakaian adat Suku Sasak, lengkap.
Setelah menyambut, barulah perjalanan Anda di Desa Sukarara dimulai. Wisatawan akan diajak berkeliling desa, dan melihat bagaimana perempuan Sukarara menenun songket.
Biasanya, proses pembuatan tenun songket ini bisa dilihat langsung di halaman rumah warga. Tak sedikit pula yang sengaja menunjukkan keterampilannya dalam menyongket di rumah workshop.
Dengan lincahnya, para perempuan di Desa Sukarara memintal benang menjadi kain, menggunakan alat tenun tradisional. Lebih asyik lagi, turis yang datang bisa mencoba menggunakan alat tenun ini.
Benar, perempuan di Desa Sukarara memang wajib belajar menenun. Lebih uniknya lagi, salah satu syarat para penenun di desa ini haruslah para gadis alias perawan alias perempuan yang belum menikah di desa. Jadi bisa dibilang, sebelum menikah para gadis ini harus pintar menenun.
Nah, kalau ada perempuan yang belum bisa menenun tapi nekat menikah, maka akan dikenakan sanksi berupa denda. Dendanya bisa berupa uang, hasil panen padi atau beras. Aturan ini dibuat agar perempuan di Desa Sukarara lebih mandiri dan tidak bergantung pada pria.
Selain melihat kegiatan menenun, di Desa Sukarara Anda juga bisa melihat ada banyak toko yang menjual kain tenun songket. Warna-warni kain tenun dipajang di setiap etalase toko.
Umumnya, di setiap kios dijual dua jenis kain, yaitu kain tenun ikat dan kain tenun songket. Kain tenun songket hanya dibuat oleh kaum perempuan dengan manual. Pekerjaannya pun cukup lama, mencapai 1-2,5 bulan.
Motif yang diberikan untuk setiap kain biasanya berbeda-beda. Ada kain ikat yang bermotif rumah adat dan lumbung, tak sedikit pula memiliki motif tokek. Rumah adat dan lumbung sebagai simbol kehidupan Suku Sasak. Tokek merupakan hewan keberuntungan bagi masyarakat Lombok.
Soal harga jangan ditanya. Bisa dibilang harga yang diberikan untuk setiap kain sesuai dengan lama dan rumitnya proses pembuatan. Harga selembar kain tenun songket bervariasi, mulai dari Rp 200.000- 5.000.000. Tergantung motif dan ukuran. Kalau harga ini dirasa mahal, Anda bisa memilih syal yang kecil seharga Rp 20.000.
Berbeda dengan kain songket, tenun ikat memiliki waktu produksi yang lebih singkat. Untuk kain sepanjang 3 meter bisa diselesaikan hanya dalam waktu sehari. Wow!
Kain ikat biasanya dipakai untuk bahan selimut atau bahan pakaian. Harga kain tenun ikat bervariasi tergantung jenis pewarna. Kain dengan pewarna kimia dikenai harga sekitar Rp 100.000, sedangkan kain dengan pewarna alami diberi harga Rp 150.000.
Ingin berkunjung ke desa ini? Caranya mudah. Anda bisa menggunakan mobil sewaan atau taksi dari Mataram. Bisanya waktu tempuh yang dihabiskan sekitar 30 menit dengan jarak 20 km.
Bila tidak mau repot, Anda bisa menggunakan aletrnatif lain dengan membeli paket wisata sehari. Harga yang ditawarkan untuk sekali perjalanan sekitar Rp 250.000/orang.
Sumber :travel.detik[.]com / Foto Dok.Nora Lestari
0 comments:
Post a Comment